LPM FREEDOM UNISBA - LPM singkatan dari Lembaga Pers Mahasiswa yang merupakan kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada bidang kejurnalistikan, sebeum kita melangkah lebih dalam lagi tengtang LPM dan kerjunalistikan, kita simak dulu Sejar Lembaga Pers di Indonesia.
Sejarah LPM ( Lembaga Pers Mahasiswa ) di Indonesia
There are only two things that can be lightening the world. The sun light in the sky and the press in the earth. (Mark Twain)
Sebenarnya
kalau kita resapi ungkapan Mark Twain diatas, tidaklah berlebihan
adanya. Bahwa hanya ada dua hal yang bisa membuat terang bumi ini, yakni
sinar matahari dilangit dan pers yang tumbuh berkembang di bumi ini.
Pers sendiri memang tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan macam ragam
informasi yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani peradabannya.
Mulai dari persoalan corak warna hidup sampai hal yang detail sekalipun
tentang sebuah eksistensi kehidupan.
Dalam
peradaban manusia, Pers sangat dikenal mempunyai fungsi yang essential.
Mulai dari education function (fungsi pendidikan) , Information (sumber
informasi), entertainment (hiburan) dan social control (fungsi kontrol
sosial). Sehingga wajar kalau kita melihat pers menjadi suatu kebutuhan
dan menyebabkan “momok” bagi negara yang menerapkan sistem
outhoritarian. Pers menjadi kekuatan maha dahsyat yang dapat
menggerakkan siapa saja untuk berbuat seperti yang kita kehendaki atau
sekedar mempengaruhi/menciptakan public opinion (komunikasi massa). Dan,
pers sendiri terlanjur menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Apalagi,
dinegara
Indonesia, negara yang nota bene masih muda, yang memerlukan banyak
perbaikan sistem di semua lini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
menuju suatu kesempurnaan tatanan hidup. Pers sangat dibutuhkan sekali
peranannya dalam mengisi nuansa-nuansa yang tidak terjamah oleh
“institusi” lainnya, baik yang bersifat informasi tempat sharing
penemuan ide-ide cemerlang tentang sebuah kemapanan dari sebuah arti
negara, atau berposisi sebagai kontrol sosial terhadap segala kebijakan
yang diambil dan diterapkan oleh pemerintah.
Pers
sendiripun sudah menjadi sebuah legenda sebagai sebuah sejarah yang
kemudian melahirkan mitos, mulai dari para tokohnya dan peran serta
aktivitasnya. Diakui atau pun tidak, kita pasti melihat ruang dan waktu,
yang telah memberi tempat untuk berpikir dalam aktivitas kita
sehari-hari.
PERS MAHASISWA
Sebelum
kita melangkah terlalu jauh dalam bahasan-bahasan menarik tentang Pers
secara luas, saya tertarik untuk mengambil inisiatif kata sepakat,
mengerucutkan bahasan kita kali ini yaitu tentang Pers mahasiswa.
Kalau
kita cerrmati, pers mahasiswa mengandung dua unsur kata yakni pers dan
mahasiswa (lexical meaning). Pers berarti segala macam media komunikasi
yang ada. Meliputi media Buku, majalah, koran, buletin, radio ataupun
telivisi serta kantor berita. Dan, Pers itu sendiri identik dengan news
(berita). Maka, tidak terlanjur salah apabila kita mengatakan bahwa NEWS
berkaitan dengan North, East, West dan South, yang artinya suatu kabar
atau berita dan informasi yang datangnya dari empat arah penjuru mata
angin (berbagai tempat). Oleh karena itu, Pers/News harus mengandung
suatu unsur publishita (tersebar luas dan terbuka), aktualita (hangat
dan baru) dan periodesita (mengenal jenjang waktu contohnya : harian
mingguan atau bulanan).
Mahasiswa
sendiri mempunyai definisi bahwa kalangan muda yang berumur antara 19 –
28 tahun yang memang dalam usia itu manusia mengalami suatu peralihan
dari remaja ke fase dewasa. Pada fase peralihan itu secara Psikologis
Aristoteles mengatakan kaula muda mengalami suatu minat terhadap
dirinya, minat terhadap sesuatu yang berbeda atas lingkungan dan
realitas kesadaran akan dirinya. Disamping itu Mahasiswa adalah suatu
kelompok elit marjinal dalam lingkungan suatu dilema. Seperti yang
dikatakan oleh Frank. A . Pinner dalam salah satu ungkapannya yaitu
“marginal elites, of which students are one species, are cought in a
dilemma, between elitist and populist attitude. They are impelled to
protect their distinctiveness and privilege while at the sime time
documenting their concern for the common man and he community or policy
as a whole their own position or the integrity of society appears to be
threated” ).
Sosok
Mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya
yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan obyektif, sistematis
dan rasional. Disamping itu, Mahasiswa merupakan suatu kelompok
masyarakat pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi, tata nilai
kepemudaan dan disiplin ilmu yang jelas sehingga hal ini menyebabkan
keberanian dalam mereleksikan kenyataan hidup di masyarakat. Dan tata
nilai itulah yang juga menyebabkan radikal, kritis, dan emosional dan
secara perlahan menuju suatu peradaban/kultur baru yang signifikan
dengan hal-hal yang bernuansa aktif, dinamis dan senang pada perubahan.
sehingga dari dasar inilah, kawan-kawan bisa melihat ciri khas mahasiswa
sebagai pengelola pers mahasiswa berbeda dengan pers umum.
PERS MAHASISWA DITINJAU DARI KAJIAN HISTORIS
Jika
kita percaya terhadap ‘mahluk’ yang bernama sejarah, kemudiaan kita
claim sebagai gerak dialektis antara kondisi subyektif pelaku dan
kondisi obyektif dimana mereka berada, kawan-kawan akan melihat dinamika
Gerakan Mahasiswa sepanjang waktu tidak lepas dari pengaruh para
aktivis Pers mahasiswa. Karena kita percayai disini, Pers mahasiswa
adalah suatu alat perjuangan bagi kaum aktivis gerakan mahasiswa, corong
kekuatan dalam menyalurkan aspirasi kritis seorang tunas bangsa, dan
kita akan melihat hubungan diantara keduannya sangat erat. Supaya lebih
jelasnya saya akan mecoba menemani kawan-kawan untuk mencoba melihat
sejarah Pers Mahasiswa yang berada “dibelakang” kita.
Pers Mahasiswa Indonesia Jaman Kemerdekaan Jaman Kolonial Belanda (1914-1941)
Pers
mahasiswa lahir se-mainstream dengan munculnya gerakan kebangkitan
Nasional yang di tulangpunggungi oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa.
Pers Mahasiswa waktu itu menjadi alat untuk menyebarkan ide-ide
perubahan yang menitik beratkan pada kesadaran rakyat akan pentingnya
arti sebuah kemerdekaan. Dalam era ini bermunculan Hindia Putra (1908),
Jong Java (1914), Oesaha pemoeda (1923) dan Soeara Indonesia Moeda
(1938) yang secara gigih dan konsekuen atas keberpihakannya yang jelas
pada perjuangan kemerdekaan.
Dalam
era ini Nugroho NotoSusanto mengungkapkan bahwa Pers Mahasiswa
Indonesia sesungguhnya mulai timbul dari zaman kolonial Belanda. Akan
tetapi, Pers Mahasiswa dalam kurun waktu ini dipandang kurang terdapat
suatu pergerakan Pers mahasiswa yang sedikit banyak profesional. Dan
baru sesudah era kemerdekaan Pers Mahasiswa memulai kiprahnya ke arah
profesional.
1. Jaman Pendudukan Jepang
Dalam
era ini, tidak terlalu banyak tercatat kemajuan berarti karena masa ini
para mahasiswa dan pemuda sibuk dalam perjuangan politik untuk
kemerdekaan Indonesia.
2. Jaman Setelah Kemerdekaan
Pada
jaman ini sedikit banyak Pers Mahasiswa mengalami suatu kemajuan
artinya peluang untuk membentuk lermbaga-lembaga Pers Mahasiswa semakin
terbuka lebar terutama buat para Mahasiswa dan Pemuda.
3. Jaman Demokrasi Liberal
Dari
tahun 1945-1948, belum banyak Pers Mahasiswa yang lahir secara terbuka
karena para Mahasiswa dan Pemuda terlibat secara fisik dalam usaha
membangun bentuk Republik Indonesia. Penulis mencatat pada era Majalah
IDEA yang diterbitkan oleh PMIB yang kemudian berganti PMB pada tahun
1948. Setelah Tahun 1950 barulah Pers Mahasiswa Indonesia mengalami
pertumbuhan yang pesat. Kemudian komunitas Pers Mahasiswa Indonesia
mengalami salah satu puncaknya di era ini.
Jumlah
Pers Mahasiswa meningkat secara pesat diiringi dengana segala
dinamika-dinamika yang ada. Kemudian muncul suatu hasrat dari berbagai
Lembaga Pers Mahasiswa untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari sisi
redaksional maupun sisi perusahaan. Dan, atas inisiatif Majalah Gama,
diadakan konferensi I bagi Pers Mahasiwa Indonesia. Konferensi
menghasilkan dua organisasi yaitu Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia
(IWMI yang ketuanya T Yacob) dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI
yang ketuanya adalah Nugroho Notosusanto).
Dalam
era ini, opini Pers Mahasiswa dalam hal kematangannya tidak kalah
dengan Pers Umum. Bahkan, era in dianggap keemasan Pers Mahasiswa
Indonesia yang kemudian mengikuti Konperensi Pers Mahasiswa Asia yang
diikuti oleh negara Australia, ceylon, Hongkong, India, Indonesia,
Jepang, New zealand, pakistan dan Philipina. Kemudian Lembaga Pers
Mahasiswa Indonesia mengadakan kerjasama dengan Student Informatin of
Japan dan college editors Guild of the Philipphines (perjanjian segi
tiga).
Kemudian
Tanggal 16-19 Juli 1958 dilaksanakan konperensi Pers Mahasiswa ke II
yang menghasilkan peleburan IWMI dan SPMI menjadi IPMI (Ikatan Pers
Mahasiswa Indonesia) karena anggapan perbedaan antara kegiatan
perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan kewartawanan sulit dibedakan
dan dipisahkan.
4. Jaman Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dalam
sistem politik terpimpin ini, pemerintah melakukan kontrol ketat
terhadap kehidupan Pers. Bagi media Pers yang tidak mencantuman MANIPOL
USDEK dalam AD/ART (anggaran dasar dan anggaran rumah tannga) nya akan
mengalami pemberangusan. Artinya Pers kala itu harus jelas menyuarakan
aspirasi partai politik tertentu.
Setelah
pemberlakuan peraturan Presiden Soekarno tentang MANIPOL USDEK, IPMI
sebagai lembaga yang Independen mengalami krisis eksistensi karena dalam
tubuh IPMI sendiri terdapat kalangan yang menginginkan tetap
independen, menyuarakan aspirasi rakyat dan ada yang mengarah ke pola
partisan (memihak parpol/kelompok tertentu). Akhinya pada saat itu,
banyak Lembaga Pers mahasiswa yang mengalami kemunduran dan kematian,
akibat pukulan politik ekonomi ataupun dinamika kebangsaan yang
berkembang saaat itu.
5. Jaman Orde Baru
Setelah
peristiwa G.30.S/PKI IPMI sebagai Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia
terlibat penuh dalam usaha pelenyapan Demokrasi Terpimpin dan akhirnya
melahirkan Aliansi Segitiga (Aktivis Pers Mahasiswa, Militer dan
Teknokrat) untuk menghancurkan kondisi yang membelenggu bangsa dalam
Outhoritarian. Pada awal era ini, Pers Mahasiswa kembali ke lembaganya
yakni IPMI. Lembaga Pers Mahasiswa se Indonesia ini beorientasi jelas
memaparkan kejelekan Demokrasi Terpimpin melibatkan diri dalam kegiatan
politik dengan menjadi Biro Penerangan dari KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia). Di era ini tebit harian KAMI yang terkemuka yaitu
Mahasiswa Indonesia (Jabar), Mimbar Demokrasi (Bandung) dan keduanya
adalah penebitan resmi IPMI.
Ternyata
kehidupan Liberal yang dijanjikan oleh para “penguasa” sesudah era
Demokrasi Terpimpin dirasakan ternyata hanya sementara saja. Dan format
baru politik Indonesia di mulai dengan diadakan PEMILU, perlahan namun
pasti Orde Baru beralih menjadi otoriter. Dengan dipengaruhi keputusan
format baru perpolitikan Indonesia bahwa kegiatan politrik diatur oleh
pemerintah dan ditambah kebijaksanaan bagi aktivitas dunia kemahasiswaan
harus melakukan back to campus. Hal di atas itulah yang mermbuat IPMI
mengalami krisis identitas. Hal ini terlihat ketika Harian KAMI,
penerbitan IPMI yang ada di luar kampus terpaksa dilepas dan akhirnya
menjadi Pers Umum. Hal ini dikarenakan oleh iklim perpolitikan yang
dikembangkan saat itu dan ditopang oleh kebijakan pemerintah yang
memaksa anggota IPMI adalah murni mahasiswa yang beraktifitas di dalam
kampus. Kemudian adanya kebijaksanaan Pemerintah tentang penyerdehanaan
partai Tahun 1975, dilanjutkan dengan disetujuinya keputusan pemerintah
oleh sebagian anggota IPMI bahwa Pers Mahasiswa harus kembali ke kampus
maka dalam Kongres III pada tahun akhirnya IPMI dipaksa untuk back to
campus. Terpaksa kemunduran pun terjadi lagi dalam tubuh IPMI,
perlahan-lahan Media-media pers mahasiswa yang ada di luar kampus banyak
yang berguguran.
Sejalan
dengan new format kondisi perpolitikan indonesia yang mengharuskan
Semua Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia harus back to campus dan kemudian
direspon kembali oleh IPMI dengan mencoba berbenah diri, kemudian
melakukan kongresnya yang ke IV pada bulan Maret 1976 di Medan. Dalam
kongres itu, IPMI belum mampu keluar dari permasalahan hidup antara di
luar atau di dalam kampus. Akhirnya, IPMI gagal dalam mencari
Eksistensinya, tidak menghasilkan AD/ART baru ditambah IPMI banyak
ditinggalkan oleh LPM anggota yang memang pada saat itu terlalu enjoy
mengurusi urusan di dalam kampus masing-masing sehingga lupa kewajiban
organisasi skala nasional yang dulu pernah dibentuk bersama..
Pada
sekitar awal tahun 1978, Media Umum banyak yang di breidel sebagai
cermin ketakutan penguasa waktu itu dengan institusi pers,
sebagai contoh KOMPAS, SINAR HARAPAN, MERDEKA, INDONESIA TIMES dan
masih banyak lagi yang lainnya. Akibatnya, “dunia” pers yang kosong
diisi oleh Pers Mahasiswa Indonesia tentunya dengan pemberitaan khas
sebagai cerminan Pers Mahasiswa yaitu kritis, berani dan keras.
Era ini, oplah Surat Kabar Mahasiswa mencapai puncaknya. Namun, Pers
Mahasiswa yang dikatakan oleh Daniel Dakidae sebagai cagar alam
kebebasan pers akhirnya juga di breidel karena kekritisan dan keberanian
menyuarakan kenyataan di masyatrakat. Dilanjutkan dengan kebijaksanaan NKK/BKK yang
memaksa kekuatan Pers Mahasiswa untuk masuk dalam kampus, kemudian
hampir semua media Pers Mahasiswa Indonesia di “matikan”. Inilah pertama
kali dalam sejarah Pers Indonesia semua Pers mahasiswa Indonesia di
breidel.
Selain
membumihanguskan semua Lembaga pers Mahasiswa, pemerintah masih kurang
terima karena masih ada IPMI yang masih bercokol dalam skala nasional.
Untuk itu, pemerintah lebih mengoptimalisasi BKSPMI (Badan Kerjasama Pers Mahasiswa Indonesia)
yang dibentuk 1969 sebagai tandingan IPMI. Ditambah lagi aksi penguasa
yang menghabisi semua Gerakan Mahasiswa Anti Suharto yang nota bene
sebagai “Underbow” IPMI Kemudian dilanjutkan peristiwa MALARI (Mala Petaka Limabelas Januari)
yang sangat tragis pada tahun 1974 dan diberlakukannya NKK/BKK yang
mengurung ruang gerak Aktivis Pers Mahasiswa dalam kampus pada Tahun
1978. Dengan kenyataan diatas Pers Mahasiswa (IPMI) menjadi tidak bebas
merefleksikan secara tuntas kenyataan hidup dalam masyarakat kemudian
menginjak padam pada menjelang pertengahan Tahun 1982.
Era 90-an
Menelusuri
akar pertumbuhan dan perkembangan gerakan pers mahasiswa di Indonesia
terutama kebangkitannya di era 90-an, telah banyak catatan-catatan
penting yang ditinggalkan, yang selama ini perlu dikumpulkan kembali
dari tempatnya yang “tersembunyi” dan barangkali belum pernah kita
tengok kembali, yang memungkinkan dari catatan tersebut tersirat sebuah
semangat tentang perjuangan meraih tujuan bersama, yang pernah
didengungkan dalam masa-masa.
Kemunculan
Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI) pada dekade 90-an ini
di tahun 1992-1993 (1995 pada kongres II-nya, istilah penerbitan
digantikan pers), mempunyai makna historis tersendiri dalam upaya
pembentukan jaringan gerakan pers mahasiswa di Indonesia. Walau tak
dapat dipungkiri, peran dan transformasi format gerakan pers mahasiswa
selama berjalannya kinerja organisasi ini seringkali dirasakan menemui
kendala dan tantangan yang tidak ringan untuk dihadapi. Selain persoalan secara geografis, dan persoalan dimensi politis berhadapan dengan penguasa (baik birokrasi kampus atau negara),
Terlebih pula persoalan terputusnya transformasi visi dan misi PPMI
dari generasi sebelumnya, juga secara de facto keberadaan PPMI masih
sering dipertanyakan oleh beberapa lembaga Pers Mahasiswa di Indonesia.
Dalam lembaran-lembaran catatan kali ini, penulis ingin mencoba
menyajikan suatu kerangka awal dalam upaya merekontruksikan kembali
keberadaan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia secara kronologis
kelahiran dan pertumbuhannya dalam kontalasi gerakan pers mahasiswa di
Indonesia.
Bukan Romantisme Belaka
Paska
peristiwa MALARI (malapetaka lima belas januari 1974) bisa dikatakan
pemerintah mulai melakukan pendekatn represif terhadap setiap aktivitas
kritis kampus. Pada kelembagaan mahasiswa, melalui NKK-BKK terjadi
strukturisasi. kondisi demikian menyulut aksi-aksi protes mahasiswa
sepanjang tahun 1974 – 1978, yang diantaranya juga dilakukan oleh Dewan Mahasiswa.
Melalui berbagai pamlet-pamlet, ataupun media mahasiswa yang
diterbitkan oleh dema saat itu, kecaman-kecaman, kritik, kontrol
terhadap setiap kebijakkan pembangunan di awal orde baru mulai
dilancarkan. Namun lewat kebijakkan berikutnya, penguasa orde baru
dengan aliansi militer dan sipilnya telah sedemikian rupa contohnya
melalui surat yang diturunkan oleh Pangkopkamtib ketika itu (1978), Dema
sebagai salah satu kekuatan lembaga mahasiswa saat itu kemudian
dibubarkan, menyusul kemudian de-ormasisasi kelembagaan mahasiswa baik ditingkat intra kampus maupu ekstra kampus melalui KNPI-nya, maka praktis aktivitas mahasiswa dibugkam satu-persatu.
Dan
di sisi lain pers mahasiswa yang telah lama juga menjadi salah satu
alat perjuangan mahasiswa meneriakkan aspirasi dan memainkan peran
kontrol sosialnya juga dibungkam. IPMI ( Ikatan Pers Mahasiswa
Indonesia, berdiri tahun 1955) yang menjadi satu-satunya wadah nasional
pers mahasiswa Indonesia dan sempat menjadi salahsatu motor gerakan
mahasiswa juga secara perlahan mulai dimatikan. Hingga eksistensi
organisasi ini akhirnya mulai padam menjelang pertengahan tahun 1982.
Praktis beberapa elemen kekuatan mahasiswa yang diantaranya termasuk
pers mahasiswa mengalami kelesuan dan kemandegan.
Di
awal era menjelang tahun 90-an, munculnya kelompok studi dan forum
-forum diskusi mahasiswa ataupun lembaga swadaya kemasyarakatan (LSM)
baik yang didirikan oleh para aktivis mahasiswa ataupun pemuda yang
prihatin terhadap kondisi lingkungan, mulai menjamur di berbagai daerah –
sebagai sebuah solusi terhadap kebekuan aktivitas kritis kampus ataupun
aktivitas peduli lainya. Mahasiswa mulai mendefinsikan kembali
peranannya untuk menghayati setiap persoalan-persoalan kemasyarakatan
dan fenomena politik yang terus berkembang seiring dengan menguatnya
konsolidasi orde baru.
Demikian
pula yang terjadi dalam aktivitas pers mahasiswa. Aktivitas-aktivitas
penerbitan dan beberapa forum pelatihan dan pendidikan jurnalistik di
tahun 1986-1989 mulai marak diadakan oleh beberapa perguruan tinggi
dalam rangka menghidupkan kembali dinamika intelektual kampus. Dari
sekian forum-forum pelatihan jurnalistik mahasiswa tersebut, tersirat
tentang sebuah keinginan akan sebuah wadah bagi tempat sharing
(tukar-menukar pengalaman) para pegiat pers mahasiswa dalam rangka untuk
meningkatan mutu penerbitan mahasiswa sendiri ataupun untuk menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pers mahasiswa. Maka mulai tahun
1986, forum-forum pertemuan para pegiat/aktivis pers mahasiswa dari
berbagai perguruan tinggi mulai marak terjadi. Tak pelak lagi gelombang
aspirasi dan akumulasi persoalan yang digagas oleh para aktivis pers
mahasiswa mulai muncul dan mewarnai berbaai forum pertemuan aktivis pers
mahasiswa.
Namun
ada beberapa hal yang terpenting dari berbagai forum pers mahasiswa
tersebut, yang sekiranya dari penelusuran data-data di bawah ini dapat
menjadi catatan sebagai sebuah refleksi dan pemahaman lebih lanjut.
Tetapi hal ini bukan sekedar ” romantisme belaka” yang hendak kita capai
dalam penelusuran sacara historis fase-fase perkembangannya. Peranan
pers mahasiswa dalam kancah pembaharuan bidang politik tentunya
mempunyai dimensi sosial tersendiri. Yang terkadang terlupakan dalam
arah sejarah negeri ini. Guratan visi dan misinya yang mengandung
penegasan sikap mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat di negeri
ini, yang secara sosial terdidik dalam lingkungan intelektual kampus,
yang diharapkan mampu peka terhadap perkembangan sosial di tubuh
masyarakat dan negara. Dan melalui pers mahasiswa, sebagai salah satu media perjuangan mahasiswa menyampaikan suara dan nuraninya, kepekaan sosial mampu ditumbuhkan dan simultan dengan fenomena yang terjadi di negeri ini.
Di
awal bagian pengantar disebutkan bahwa mulai tahun 1980- 90an,
aktivitas – aktivitas mahasiswa mulai marak dengann ditandai munculnya
berbagai kelompok Studi, lembaga swadaya masyarakat ataupun
aktivitas-aktivitas lainnya. Begitupun yang terjadi dalam perkembangan
pers mahasiswa di tanah air. Maraknya penerbitan mahasiswa mulai muncul
di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Semenjak
kebekuan IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) di tahun 1982, praktis
aktivitas penerbitan mahasiswa tidak banyak muncul. Namun
kegiatan-kegiatn off print seperti halnya pelatihan dan pendidikan
jurnalistik mahasiswa ataupun diskusi masih bisa dilakukan oleh beberapa
perguruan tinggi. Momentumnya adalah menjelang tahun 1986
aktivitas-aktivitas ini mulai marak dilakukan dengan skala yang lebih
luas, mempertemukan pegiat-pegiat pers mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi. Sebagai sebuah akumulasi persoalan-persoalan yang dibahas dan
dipecahkan oleh para pegiat pers mahasiswa yang sering bertemu dalam
forum-forum tersebut, tercetus keinginan untuk kembali
mengkonsolidasikan potensi kekuatan pers mahasiswa di berbagai daerah
dalam mendorong bangkitnya aktivitas pers mahasiswa, serta
mendefinisikan dan mengaskn kembali peranan yang harus dipegang pers
mahasiswa dalam menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi kontekstual
dengan fenomena sosial yang berkembang.
Dari
berbagai sumber yang sempat dilansir dan disarikan dari beberapa media
mahasiswa, tersirat keinginan dari sekian pegiat pers mahasiswa saat itu
tentang terbentuknya sebuah wadah di tingkat nasional yang diharapkan
dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi pers mahasiswa. Secara
kronologis fase-fase konsolidasi pers mahasiswa Indonesia dalam rangka
menggalang komitmen dan mendorong upaya jaringan komunikasi dann
sosialisasi pers mahasiswa bisa dicermati dari tulisan di bawah ini :
Dari Pers Mahasiswa Menuju PPMI
Setelah
“Vacum” akibat pembredelan sebagai buntut peristiwa Malari, 15 Januari
1974 dan strukturisasi kelembagaan mahasiswa di bergbagi perguruan
tinggi melalui NKK/BKK. Pers mahasiswa (persma) pasca 1980-an kembali.
Ditandai dengan terbitnya berbagai media mahasiswa misalnya, Balairung –
UGM – 1985, Solidaritas Universitas Nasional Jakarta – 1986, Sketsa
Universitas Jenderal Soedirman 1988, Pendapa Universitas Sarjana Wiyata
Taman Siswa 1988, Akademika Universitas Udayana 1983- dan lain-lainya,
usaha-usah unutk menata kembali jaringan komunikasi dann penggalangan
komitmenn pers mahasiswa mulai dirintis.
Usaha-usaha itu meliputi :
Pendidikan
Pers Mahasiswa Se Indonesia : tanggal 27 – 29 Agustus 1987
diselenggarakan oleh majalah Balairung, tercetus ide untuk kembali
mewujudkan wadah pers mahasiswa. Juga terbentuk poros Yogya – Jakarta
sebagai koordinator menuju kongres yang dimandatkan kepada Rizal Pahlevi
Nasution (Universitas Moestopa) Abdulhamid Dipopramono (UGM)
Pertemuan
dengan mantan aktivis IPMI/Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (Diantaranya
Adi Sasono, Makmur Makka, Wikrama Abidin, Ina Mariani, Masmiar
Mangiang, Razak Manan) tanggal 19-22 September 1987 di Jakarta. Hasil
dari pertemuann ini dibentuk panitia ad-hoc konsolidasi pers mahasiswa
yang terdiri dari : Rizal Pahlevi Nasution, Imran Zein Rollas, M.Imam
Aziz, dan Abdulhamid Dipopramono. Disepakati untuk melakukan sosialisasi
ide kelembagaan pers mahasiswa tingkat nasional.
Sarasehan
Pengelola Pers Mahasiswa Indonesia di Kaliurang – Yogyakarta tanggal 11
– 13 Oktober 1987 oleh lembaga pers mahasiswa Universitas Nasional.
Pekan
Orientasi Jurnalistik Mahasiswa Nasional II di Jakarta, tanggal 17 – 27
Oktober 1988 oleh lembaga pers mahasiswa Universitas Nasional
Sarasehan
Pers Mahasiswa Nasional di Bandar Lampung tanggal 26 – 27 Maret 1987
diselenggarakan oleh SKM Teknokra Universitas Lampung.
Orientasi Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa di Jakarta tanggal 21 – 28 Mei 1988 oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Sarasehan
Aktivis Pers Mahasiswa IAIN se-Indonesia di Yogyakarta tanggal 11 – 12
April 1988 oleh IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Puwokerto Informal Meeting di Purwokerto, tanggal 6 – 7 Agustus 1988 oleh SKM Sketsa Universitas Jenderal Soedirman.
Pertemuan dengan pimpinan IPMI pusat di Jakarta, 10 Agustus 1988 oleh tim kerja persiapan kongres.
Latihan Ketrampilan Pers Mahasiswa tingkat Pembina se-Indonesia di Yogyakarta, tanggal 28 Agustus – 1 September 1988.
Panel
diskusi Sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Purwokerto, 19 – 22
September 1988 di Universitas Jenderal Soedirman (disebut : Pra kongres
IPMI VI). Hasil penting dari sarasehan ini berupa DEKLARASI BATU RADEN,
yang diantaranya ditandatangani oleh 18 wakil aktivis pers mahasiswa
kota yang hadir. Deklarasi berbunyi : ” Sadar bahwa demokrasi,
keadilan dan kebenaran yang hakiki merupakan cita-cita bangsa Indonesia
yang harus selalu diupayakan secara berkesinambungan oleh seluruh
komponennya yang bertanggungjawab dan sebagai salah satu komponennya
bertanggungjawab dan memperjuangkan cita-cita tersebut secara kritis,
konstruktif dan independen. Dengan didorong semangat kebersamaan, dann
disorong oleh keinginan luhur untuk melestarikan dan mengembangkan pers
mahasiswa di Indonesia, maka seluruh aktivis pers mahasiswa menyatakan
perlu dihidupkannya kembali wadah nasioal yang bernama Ikatan Pers
Mahasiswa Idonesia (IPMI)”.
Juga disepakati untuk menyelenggarakan Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung tanggal 15 – 18 Februari 1989.
Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung, 15 – 18 Rebruari 1989. Kegiatan ini gagal karena:
Pertama, legalitas pelaksanaan Kongres tidak turun.
Kedua,
kondisi daerah Bandar Lampung muncul peristiwa GPK Warsidi. Ketiga,
terdapat perbedaan persepsi tentang persma di kalangan aktivis persm
Traianing
Pers Mahasiswa se-Indonesia di Kaliuranng, 6 – 10 Januari 1990 oleh
Majalah Himmah Universitas Islam Indonesia Yogykarta.
Balairung kembali mengadakan Pendidikan dan Latihan Jurnnalistik Tinngkat Lanjut di UGM, 24 – 29 September 1990.
Selama tahun 1990, juga dilaksanakan Temu Aktivis Persma di Pabelan – UMS dan Universitas Jember.
Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Pembina dan Temu Aktivis Penerbitan Mahasiswa,
tanggal 3 – 9 Februari 1991 oleh Balairung UGM. Kegiatan ini menghasilkann keputusan :
Menerima tanpa catatan semua hasil rumusan komisi I dan II Temu Aktivis Persma Se- Indonesia.
Pembentukan
Panitia Ad Hoc yang bertugas mempersiapkan forum pertemuan berikutnya
sebagai tindak lanjut butir I Panitia Ad Hoc secara otomatis menjadi
Steering Comitee (SC).
Panitia
Ad Hoc (SC) Pra-Kongres Terdiri atas : Koordinator: Tri Suparyanto,
Pendapa – Tamansiswa Sarjanawiyata (Delegasi DIY) Wakil: Okky Satrio,
Komentar – Univ. Mustopo (Delegasi DKI Jakarta) Anggota: Zainul Aryadi,
Kreatif – IKIP Medan (Delegasi DI Aceh, Sumut, Riau, Sumbar), Ariansyah,
Teknokra Univ. Lampung ( Delegasi Lampung, Jambi, Sumsel, dan
Bengkulu), Tugas Supriyanto, Isola Pos IKIP Bandung (Delegasi Jawa
Barat), Adi Nugroho, Manunggal Univ. Diponegoro (Delegasi Jawa Tengah),
Heyder Affan Akkaf – Mimbar Univ. Brawijaya (Delegasi Jawa Timur), I
Gusti Putu Artha, Akademika – Univ. Udayana Bali (Delegasi Bali, NTB,
NTT, dan Timor-Timur), Mulawarman, Identitas – Univ. Hasanudin (Delegasi
Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulut) Alimun Hakim,Kinday – Univ. Lambung
Mangkurat (Delegasi Kalteng, Kaltim), RH. Siahainena, Unpati Univ.
Patimura (Delegasi Maluku dan Irian Jaya).
Hasil
rapat terbatas SC/Panitia Ad Hoc menetapkan IKIP Bandung Penyelenggara
Pra Kongres, dan sebagai alternatif kedua Universitas Udayanna –
Denpasar Bali.
Rapat
Konsolidasi terbatas Steering Comitee di IKIP Bandung tanggal 22 Maret
1991. Hasil, Pra Kongres Persma se Indonnesia diselenggarakan di IKIP
Bandung
Sarasehan
Penerbitan Mahasiswa Indonesia di IKIP Bandung, 8 – 10 Juli 1991,
dibatalkan setelah peserta tibadi Bandung, pembatalan dilakukan oleh
Dirjen Dikti. Tetapi pertemuan sempat berjalan dan menghasilkan beberapa
keputusan yang sampai ditingkat komisi:
Komisi I : menghasilkan rancangan Anggaran Dasar dan Anggarann Rumah Tangga Perhimpunan Penerbit Pers mahasiswa Indonesia.
Komisi II : Membahas tentang Program Kerja.
Komisi III : Memutuskan tanggapan terhadap Surat Dirmawa nomor: 574/D5.5/U/1991.
Latihan
Ketrampilan Penerbitan kampus Mahasiswa Tingkat Pembina Se- Indonesia
tahun 1991 di Bandar Lampung, Univ. lampung, 19 – 23 November 1991.
Hasil yang penting: Mendesak SC yang terbentuk di Wanagama untuk
melaksanakan pertemuann bagi terbentuknya wadah penerbitann kampus
mahasiswa sesegera mungkin. Jika tuntutan tidak dipenuhi maka, Pertama,
SC harus mempertanggungjawabkan tugas yang telah dimandatkan kepada
seluruh aktivis penerbitan kampus se- Indonesia. Kedua, SC harus
menyerahkan mandat yang ada kepada aktivis penerbitan kampus se-
Indonesia.
Sarasehan
Penerbitan Mahasiswa Indonesia di Universitas Gajayana Malang tanggal
20 Desember 1991. Hasilnya di antaranya, rancangan program kerja PPMI.
Selama 10 bulan SC terus mengadakan konsolidasi dan sosialisasi serta
usaha-usaha pertemuan tingkat nasional. Muncul kemudian beberapa forum
komunikasi, di antaranya PPMY (perhimpunan Penerbit Mahasiswa
Yogyakarta), FKPMM (Forum Komunikasi Penerbit Mahasiswa Malang), dan
Ujung Pandang juga terbentuk.
Setelah
melewati proses panjang dan lewat negosiasi dann perjalanan keliling
Jawa oleh pegiat persma Malang, akhirnya dapat diselenggarakan Lokakarya
Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia di Malang. Sehari sebelumnya, 14
Oktober 1992 diselenggarakan Pertemuan Steering Comitee di Malang.
Hasilnya :
Menyepakati dan menyetujui dibentuk wadah tingkat nasional bernama PPMI.
Kongres I akan diselenggarakan di kota-kota dengan alternatif Palu, Semarang, Yogyakarta Mataram, Denpasar, Banjarmasin.
Hasil-hasil Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia segera dilaporkan secepat mungkin untuk kelancaran Kongres.
Panitia
Lokakarya, SC Nasional, dan Panitia Kongres segera mengadakan
konsolidasi dan mengkoordinasi lembaga penerbitan mahasiswa serta
pihak-pihak terkait untuk melaksanakan Kongres I.
Hasil-hasil Lokakarya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia:
1.
Menyepakati terbentuknya wadah tingkat nasional yang bernama
“Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia” yang disingkat PPMI tanggal
15 Oktber 1992 Pukul 16.29 WIB yang disahkan pada sidang pleno 17
Oktober 1992.
Menerima hasil rumusan Sidang Komisi I LPMI (Lokakarya Penerbit Mahasiswa Indonesia yang membahas AD/ART PPMI.
Menerima hasil rumusan Sidang Komisi II LPMI yang membahas Program Kerja PPMI.
Menerima hasil sidang komisi III yang membahas Kurikulum Pendidikan dan latihan (Diklat)Jurnalistik Mahasiswa.
Menerima
hasil-hasil sidang komisi IV membahas tempat pertemuan lanjutan PPMI.
Kota yang dijadikan tempat penyelenggaraan pertemuan dean berdasarkan
prioritas adalah :
Denpasar – Bali
Semarang – Jawa Tengah
Banjarmasin – Kalimantan Selatan
Yogyakarta – DIY
Palu – Sulawesi Tengah
Jakarta DKI Jakarta
Dili – Tomor-Timur
Kongres
I yang sekiranya akan diselenggarakan pada bulan April – Mei 1993, maka
untuk mempersiapkan Kongres tersebut dibentuk Panitia Ad Hoc yang
bertindak sebagai SC Kongres I, yakni:
Koordinator : Tri Suparyanto/Pendapa – Univ. Sarjanawiyata Tamanansiswa
(Delegasi Daerah Istimewa Yogyakarta),
Anggota :
Tugas Suparyanto/Isola Pos – IKIP Bandung (Delegasi Jabar)
Arief Adi Kuswardono/Manunggal – Undip (Delegasi Jateng) —- TEMPO
Wignyo Adiyoso/Ketawang Gede – UNIBRAW (Delegasi Jatim) —- BAPPENAS
Okky satrio/Komentas – Univ. Mustopo (Delegasi Jakarta),
Aldrin Jaya Hirpathano/Teknokra -UNILA (Delegasi Sumbagsel),
I Wayan Ananta Widjaya/Akademika – UNUD (Delegasi Bali, NTT,NTB, TIMTIM), BALI POST
M. Ridha Saleh/Format – Univ. Tadulako (Delegasi Sulawesi),
Alimun Hakim/Kinday – Univ. Lambung Mangkurat (delegasi kalimantan),
Yon Soukotta/Unpati Univ. Patimuraa (Delegasi Maluku dan Irian Jaya).
Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan Kongres I untuk menentukan derap langkah Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia.
II. Menuju Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia
Lokakarya
Penerbitan Mahasiswa Se- Indonesia di Malang telah menorehkan pena emas
bagi perjalanan ke depan aktivitas pers mahasiswa di Indonesia.
Terutama telah disepakatinya sebuah organ baru – wadah pers mahasiswa
Indonesia yaitu Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI). Sebuah
wadah alternatif dan bukan satu-satunya wadah pers mahasiswa di
Indonesia, diharapkan mampu mengakomodir dan menyikapi setiap persoalan
dan perkembangan yang menyangkut kehidupan pers mahasiswa dann
masyarakat pada umumnya. Sebuah sandaran bagi pemupukan arah gerakan
pers mahasiswa yang juga diharapkan mampu merespon fenomena sosial
politik yang berkembang serta menegaskan sikap sebagai bagian dari
elemen gerakan mahasiswa pada umumnya. Beberapa pandangan dan harapan
ditumpukan pada organisasi ini untuk memperteguh visi dan misi gerakan
pers mahasiswa di Indonesia.
Perkembangan
yang terjadi di era 80-an hingga 90-an, ditandai dengan maraknya
kemunculan penerbitan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Hal ini
seiring dengan laju perkembangan sosial kontemporer pada dimensi
masyarakat di Indonesia. Namun di antara kemajuan tersebut ternyata di
sisi-sisi lain nampak terdapat kehidupan yang memprihatinkan. Banyak
kesenjangan yang terjadi di tubuh masyarakat. Pengaruh strukturalisasi
yang represif orde baru dengan ideologi pembangunannya diberbagai bidang
telah menciptakan sebagian besar masyarakat yang tidak perduli terhadap
perkembangan sosialnya. Sementara itu penguasa orde baru dengan
kekuatan militeristiknya semakin kokoh melakukan konsolidasi
kekuasaanya. Mahasiswa sebagai salah satu tumpuan harapan bangsa yang
terdidik dalam nuansa inteletual kampus dan mempunyai potensi kritis dan
diharapkan mampu berpikir obyektif intelektual hendaklah peka dalam
merespon segala ketimpangan-ketimpangan yang terjadi pada masyarakat,
serta menyikapi berbagai kebijakkan negara yang telah membuat berbagai
kesenjangann yang terjadi. Tatanan demokratis harus ditegakkan dan
diupayakan melalui transformasi sosial yang sinergis dengan wacana
demokratisasi berkehidupan.
Dalam tujuan pendirian PPMI, dua tekanan yang hendak dicapai adalah :
Pertama, Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seperti yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945.
Kedua,
Membina daya upaya perhimpunan untuk turut mengarahkan pandangan umum di
kalangan mahasiswa dengan berorientasi kemasyarakatan, dan
bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pers
Mahasiswa bukanlah sama dengan pers umum yang mencover berita-berita
yang bersifat informatif saja, namun pers mahasiswa diharapkan mampu
mengkaji permasalahan sosial yang diberitakan dengan analisis keilmuan
dan kemasyarakatan secara kritis akademis serta obyektif. Pers Mahasiswa
harus berani memberitakan fakta yang benar dan jujur kepada masyarakat
dengan tidak meninggalkan kandungan nilai-nilai humanitas yang harus
tetap dipegangnya. Beberapa pandangan dari para perintis PPMI
menginginkan bahwa PPMI diharapkan mampu mendorong tercapainya pers
mahasiswa yang simultan dengann fungsi mahasiswa (sebagai intelektual
yang kritis, obyektif, terbuka dan etis. Kemudian untuk
mensosialisasikan format gerakan dalam perhimpunan ini, PPMI dalam
kinerjanya hendaknya terus menerus melakukan konsolidasi ke tiap-tiap
penerbitan pers mahasiswa diberbagai daerah. Hal ini tentunya memerlukan
waktu dan tenaga yang panjang dan merupakan tantangan yang tidak ringan
untuk diselesaikan PPMI dalam waktu singkat dan membutuhkan partisipasi
dari pegiat PPMI dalam mengupayakannya.
Tak
pelak sudah, fase-fase yang berliku telah dilalui, konsolidasi,
sosialisasi, perdebatan dan perumusan berbagai format kelembagaan pers
mahasiswa akhirnya telah sampai pada titik kulminasi – pertemuan
aktisvis pers mahasiswa pers mahasiswa akhirnya telah berhasil
membuahkan suatu tekat untuk berjuang bersama dalam satu integralitas
gerakan yang membuahkan deklarasi Kaliurang dan terbentuknya
kepengurusan Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia pada kongres I
PPMI – September 1993. Rommy Fibri dari Universitas Gajah Mada akhirnya
terpilih menjadi Sekretaris Jenderal PPMII (yang pertama) untuk
mengemban amanat sosialisasi organisasi lebih lanjut. Sebuah perjalanan
ke depan yang tentunya akan menghadapi sekian persoalan yang tidak
ringan untuk diselesaikan. Fenomena politik yang tidak menentu,
banyaknya pembrdelan terhadap pers Indonesia, tak terkecuali pers
mahasiswa, menjadi agenda yang senantiasa harus direspon PPMI untuk
melakukan advokasinya. Selain itu PPMI sebagai wadah alternatif pers
mahasiswa diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap pertumbuhan
beberapa pers kampus mahasiswa di berbagai wilayah yang belum tersentuh
sosialisasi PPMI.
Tercatat
beberapa nama presidium/ Mediator PPMI yang diberikan amanah untuk
mengemban tugas menorehkan sejarah dan melakukan sosialisasi PPMi ke
berbagai wilayah di antaranya :
Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)
Periode I 1993 – 1995
Sekretaris Jenderal : Romy Fibri ( Dentisia – FKG UGM)
Mediator DKI Jakarta : E.S – Tyas A.Zain
Mediator Jawa Barat : Andreas ” Item ” Ambar
Presidium Jawa Tengah : Hasan Aoni Aziz (SKM Amanat IAIN Wali Songo Semarang)
Mediator Kalimantan Barat : Nur Iskandar (Mimbar Untan – Universitas Tanjung Pura)
Presidium Jawa Timur : Asep Wahyu SP (UAPKM – MM. Ketawang Gede – UAPKM UNIBRAW Malang)
Presidium Wilayah Bali : I Gede Budana (PKM AKADEMIKA UNUD Bali)
Mediator Sulawesi, Maluku
dan Indonesia Timur : M. Hasyim
Presidium Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)
Periode II 1995 – 1997
Sekretaris Jenderal : Dwidjo Utomo Maksum (UKPKM-Tegalboto Universitas Jember)
Presidium Lampung : Mohammad Ridwan
Presidium Jawa Timur : Ahmad Amrullah (LPM – Ecpose FE -UNEJ)
Presidium Bali : I Made Sarjana (PKM Akademika UNUD)
Presidium Sulawesi Selatan : Arqam Azikin – Universitas Hassanudin
Presidium Sulawesi Tengah : Mohammad Iqbal (Universitas Tadulako)
Presid. Sulawesi Tenggara : Muhrim Bay
Presidium Yogyakarta : Anton Yuliandri ( Himmah UII) —–
Mediator Jawa Tengah :Nana Rukmana (UniversitasJenderal Soedirman – Purwokerto)
Mediator Jawa Barat : Dewan Kota Bandung
Mediator Kalimantan Barat : Syafarudin Usman
Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)
Periode III 1997 – 1998
Sekretaris Jenderal : Eka SatiaLaksmana (Tabloid Jumpa – UPM Universitas Pasundan- Bandung)
Mediator Jawa Timur : Dwi Muntaha (UKMP – Civitas UNMER – Malang)
Mediator Yogyakarta : Ade (GEMA Intan )
Presidium Sumatra Selatan : Komariah (IAIN Raden Patah – Palembang)
Presidium Sulawesi Selatan : Suparno (Catatan Kaki – Univ. Hasanuddin Ujungpandang)
Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa (PPMI)
Periode IV 1998 – 2000
Sekretaris Jenderal : Edie Soetopo ( Ekspresi – BPKM IKIP Yogyakarta)
Presidium Jawa Timur : M. Abdul Kholik (Arrisalah – IAIN Sunan Ampel Surabaya)
Presidium Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia(PPMI)
Periode V
Koordinator : Saiful Muslim ( KKM Media Universitas Mataram)
PresiNas Jatim : Agus Susantoro (UKPKM – Tegalboto Universitas Jember)
PresNas JaTeng + DIY : Noer Mustari (Pabelan Pos – Univ. Muhammadiyah Solo)
PresNas Jawa Barat + DKI : Agutine Melanie ( UPM Isola Pos – UPI Bandung)
PresNas Palembang +sekitarnya : Adi Helmy Nando
PresNas Aceh : Darmadi ( IAIN Araniri Aceh )
Presnas Mataran +Bali : Saiful Muslim (KKMmedia Universitas Mataram)
Staff
Nasional PPMI : Iwan Kurniawan ( LPM Wahana Care taker PPMY), Indra
Ramos (LPM HIMMAH,Supatno (Pabelan Pos), M.Jaelani (LPM HIMMAH UII).
Belajar
dari sejarah, belajar dari masa lalu merupakan suatu hal yang sangat
bermanfaat untuk merumuskan sesuatu yang baru. Tiap jaman mempunyai
realitas yang berbeda. Untuk itu, kita harus selalu mencoba untuk
melakukan evaluasi dari segala sesuatu yang pernah terjadi buat pers
Mahasiswa masa lalu dan mencoba melontarkan beberapa gagasan sehingga
akhirnya pers mahasiswa Indonesia kini dan akan datang dapat merumuskan
sesuatu yang baru berdasarkan realitas yang bekembang dan hidup dengan
maksud menatap suatu masa depan.
Harapan
terhadap PPMI yakni Pers Mahasiswa kini harus hidup di dunia BERPIKIR
kita sebagai aktivis pers mahasiswa indonesia sesuai dsengan potensi
intelektual masing-masing. Dunia berpikir dan dunia intelektual bukanlah
bentuk menara gading, asalkan selalu kondusif dengan situasi masyarakat
dan setia pada penderitaan rakyat, negara dan semesta manusia. Semoga
Kita tidak bosan untuk selalu mencoba mengasah PPMI dengan pemikiran
melalui pendekatan-pendekatan kritis dan futuristik. Dan bila kita
memiliki ilmu dan teknologi, maka kitalah yang memiliki masa.
Dan,
senantiasa Pers mahasiswa mampu memfungsikan secara arif konsepsi
“Critism of what exist” yang memang terlanjur akrab dalam lingkungan
intelektual kita. Semoga Pers Mahasiswa indonesia menjadi wahana
polaritas, dimana kesatuan ataupun keanekaragaman dianggap sebagai
kutub-kutub dari esensi yang sama, yang harus ada secara bersama.
VIVA PERS MAHASISWA ………
“Pecahan
jambangan dan cinta yang menyatukan keping-kepingnya adalah lebih kuat
dari cinta yang menerima begitu saja keadaanya. Ketika benda itu masih
merupakan keseluruhan perekat yang menyatakan keping-keping itu adalah
segel dari bentuk aslinya”.
Demikianlah pembahasan tentang Sejarah Lembaga Pers Mahasiswa di Indonesia, semoga dari pembahasan tersebut bisa menambah wawasan dan memberikan manfaat bagi teman-teman semuanya.